Senin, 09 Maret 2015

Seandainya ISL seperti MLS

Mungkin liga sepak bola Amerika Serikat atau biasa disebut MLS(major league soccer) adalah salah satu liga sepak bola paling beruntung karna sering kali pemain bintang dunia yang menghabiskan sisa karirnya di liga tersebut. Sebut saja Kaka, David Villa, Tim Cahil, Roby Keane, Clint Dempsey, Landon Donovan, Sebastian Giovinco,  ditambah lagi Gerrard dan Lampard yang bentar lagi nyusul main di MLS, dll dan bahkan David Beckham dan Thiery Henry menghabiskan sisa karirnya di MLS. Dan mungkin saja banyak pemain bintang dunia yang berpikir akan menghabiskan sisa karirnya di MLS. Terkadang saya suka berkhayal bagaimana jadinya kalau Liga Super Indonesia atau biasa di sebut ISL terdapat pemain-pemain bintang dunia yang setidaknya menghabiskan sisa karirnya di Liga Indonesia(ISL). Tapi jika melihat kondisi sepak bola Indonesia saat rasanya mustahil ada salah satu klub yang berani merekrut pemain-pemain bintang dunia yang ingin menghabiskan karir sepak bolanya. Faktor cuaca mungkin juga berpengaruh pada si pemain. Rasanya mustahil pemain bintang dunia mau main di cuaca yang panas dan kondisi lapangan yang kurang baik. Dan faktor utama adalah finansial jangankan MLS, finansial klub-klub liga Indonesia mungkin masih kalah dengan finansial klub-klub liga thailand. Finansial klub-klub MLS memang sangat bagus mereka berani menggaji pemain-pemain bintang tersebut hampir setara dengan gaji mereka saat bermain di klub besar eropa. Iklim mungkin juga bisa jadi penentu klub-klub MLS bisa mendatangkan pemain-pemain bintang dunia karna iklim Amerika serikat dan Iklim di negara-negara eropa sama dan pastinya pemain-pemain bintang dunia yang bermain di MLS tidak bermasalah dengan cuaca. Klub-klub di MLS juga memiliki stadion dengan fasilitas yang bagus dan lapangan yang terawat. Kalau dilihat-lihat rumput lapangan di stadion-stadion klub MLS kurang lebih sama seperti rumput di stadion klub-klub besar eropa yaitu sama-sama terawat. Berbeda dengan lapangan di stadion klub-klub liga Indonesia yang rumputnya kurang terawat dan sistem drainase yang buruk sehingga jika hujan saat bertanding lapangan akan becek dan akan menyulitkan para pemain yang bertanding. Unsur penonton di Indonesia dapat menyaingi penonton di MLS seperti yang kita tau masyarakat Indonesia kebanyakan orang yang sangat menyukai sepak bola bisa diakui mungkin supoter-supoter di Indonesia adalah pendukung yang sangat setia, bahkan mereka rela melakukan apapun untuk melihat klub kesayangnya bertanding bahkan sering dijumpai ada penonton yang rela naik pohon untuk melihat klub kesayangnya bermain bisa dibilang ini sangat jarang ditemui di MLS bahkan diliga-liga top eropa. Seandainya ada banyak pemain bintang dunia yang ingin menghabiskan karirnya di liga Indonesia mungkin animo penonton akan lebih banyak lagi. Yang pasti jika sepak bola di Indonesia tidak bermasalah dan klub-klub liga Indonesia mempunyai stadion dengan fasilitas internsional yang memadai dengan rumput yang terawat dengan baik serta mempunyai finansial yang kuat bukan tidak mungkin ada pemain bintang dunia yang mau menghabiskan sisa karirnya di liga Indonesia. Dan pastinya semoga masalah sepak bola di Indonesia cepat terselesaikan dan sepak bola di Indonesia cepat maju ke arah yang lebih baik. Forza Indonesia.

Minggu, 01 Maret 2015

Inkonsisten

Minggu dinihari tadi Milan kembali gagal meraih 3 poin di kandang Chievo Verona. Meskipun meraih hasil imbang dan Milan berhasil mencatatkan clean sheet dua kali berturut-turut Milan tetap mengalami masalah yang sama yaitu Inkonsisten. Mungkin ada Milanisti yang jengkel karna inkonsisten Milan. Mungki mereka(Milanisti) seakan merasa di php oleh tim kesayangannya. Contoh saat melawan Parma, Milan berhasil menang namun dipekan berikutnya Milan dihempaskan oleh Juventus. Sepekan berikutnya Milan hanya meraih hasil imbang melawan Empoli. Sepekan berikutnya Milan meraih kemenangan saat melawan Cesena. Namun sepekan berikutnya Milan kembali imbang saat melawan Chievo Verona. Kadang saya juga bingung dengan Milan, bahkan karna inkonsiten yang saking parahnya Milan baru meraih dua kemenangan di 2015. Berbeda dengan tim tetangga mulai konsisten. Terkadang Milanisti mungkin ingin menyalahkan Inzaghi sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas inkonsisten Milan. Namun apa boleh buat Inzaghi tetap tidak bisa disalahkan karna mau bagaimanapun Inzaghi belum punya pengalaman yang cukup untuk menangani tim senior Milan apalagi dengan skuad yang seadanya seperti sekarang ini. Ditambah lagi dengan kebijakan transfer Milan yang sekarang yang sering membeli pemain dengan harga murah dan mendatangkan pemain dengan gratis. Dan semoga inkonsisten Milan tidak terus berlanjut dan semoga Inzaghi banyak belajar dari inkonsisten agar tidak sampai terjadi lagi. Semoga Milan kembali ke jalur kemenangan dan tidak meng php para Milanisti *terlalu banyak wish di awal bulan Maret*. Forza Milan.